Selasa, 25 Februari 2014

Oleh-oleh Khas Kalimantan Selatan

PRODUK TIKAR LAMPIT ROTAN

TIKAR LAMPIT SABURINA
aff9e-saburina Lampit saburina ialah Tikar Lampit kalimantan yg terbuat dari rotan asli, Lampit saburina merupakan salah satu produk unggulan kami, karena dengan begitu pesatnya penjualan, baik itu dari dalam kota ataupun dari luar kalimantan, order demi orderan yg terus berdatangan setiap hari, menjadikan lampit ini menjadi lampit ternama, bahkan sampai keluar negeri, khususnya Jepang.
Lampit Saburina adalah Lampitrotan yang dibuat dari kulit rotan. Kulit rotan dianyam dengan benang nilon menggunakan mesin tenun. Setelah dilapisi kain katun keempat sisinya dijahit dengan pita polypropylene. Lampit jenis ini lebih terlihat rapi dan tidak berat karena menggunakan bahan dasar kulit rotan berkualitas, sehingga kekuatannya bisa bertahan sampai 10 tahun lebih (tergantung pemakaian)

1. Sasirangan




Sasirangan adalah kain sejenis batik khas Kalimantan Selatan. Anda bisa menemukannya di banyak toko yang ada di Banjarmasin atau Martapura.

Motif dan pewarnaan yang ada di sasirangan cukup khas dan berbeda dibanding kain dari daerah lain. Jadi, kalau sudah pernah melihat sebelumnya, pasti Anda bisa langsung mengenali mana batik sasirangan hanya dengan sekali melihat.

Sama seperti batik di Yogyakarta, Sasirangan yang ada di Kalimantan Selatan dijual dalam berbagai jenis. Ada kain, daster, kemeja, hingga kaos. Bahan yang tersedia juga macam-macam, mulai kaos, katun hingga sutera

Kamis, 13 Februari 2014

Wisata Kalimantan Selatan

Wisata Kalimantan Selatan

Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi dengan ibukotanya Banjarmasin , dan mempunyai banyak sekali obyek wisata antara lain Wisata Alam, Wisata Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus, Wisata Kuliner, Wisata Olah Raga, Wisata Belanja , dari sekian banyak Obyek wisata Kalimantan Selatan  yang sangat terkenal yaitu Wisata Alam Pulau Kembang
Pulau Kembang  P Kembang Barito utara1Adalah sebuah delta di tengah sungai Barito ,kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala dan ditetapkan sebagai hutan wisata
Keistimewaan
Habitat bagi kera ekor panjang (monyet) dan beberapa jenis burung.
Terdapat altaruntuk meletakkan sesaji bagi penjaga  pulau Kembang berwujud kera putih (Hanoman)
Kambing tanduk emas yang dilepaskan oleh etnis Tionghoa-Indonesia yang mempunyai kaul

Pantai Batakan

Wisata Alam -Pantai Batakan – Tanah laut – Kalimantan Selatan
pantai-batakan-3 asinamuramultiplyPantai Batakan merupakan obyek wisata bahari yang terpadu dengan panorama alam pegunungan pantai yang terletak di kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut, sekitar 125 kilometer arah timur dari Kota Banjarmasin (Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan).
pantai-batakan-2 asinamuramultiplyUntuk mencapai lokasi Pantai Batakan, dari Kota Banjarmasin relatif mudah karena kondisi jalannya cukup baik ,berkelak-kelok dan turun-naik serta menyajikan pemandangan alam yang indah berupa barisan perbukitan yang menghijau, hamparan persawahan yang menguning, serta perkampungan nelayan yang berada di tepi pantai.
Sebelah timurnya terdapat perbukitan pinus yang menjadi bagian dari Pegunungan Meratus. Di pantai ini pengunjung dapat mengelilingi pantai sambil menggunakan kuda sewaan, bersantai di bawah pohon cemara sambil menikmati keindahan pantai, atau menyaksikan panorama alam terutama saat matahari akan terbenam 
Di lepas pantai Batakan dapat kita jumpai Pulau Datu yang merupakan obyek wisata ziarah makam.Berkunjung ke Pulau Datu yang letaknya tidak berapa jauh di depan Pantai Batakan. Di pulau ini terdapat sebuah obyek wisata religius yaitu makam Datu Pamulutan.
Fasilitas khas tempat rekreasi Pantai Batakan, seperti kamar mandi untuk bilas, rumah ibadah (masjid), panggung hiburan, cottage, restourant, penginapan, playground, hingga areal parkir kendaraan yang cukup luas.

Selasa, 04 Februari 2014

Upacara Adat Kalimantan Selatan

Upacara Adat Kalimantan Selatan

Upacara Adat Aruh Baharin, Upacara Adat Maccera Tasi, Upacara Adat Mallasung Manu, Upacara Adat Babalian Tandik  - Kalimantan Selatan
Upacara Adat Aruh Baharin
Lima balian (tokoh adat) yang memimpin upacara ritual ,berlari kecil sambil membunyikan gelang hiang (gelang terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu tempat pemujaan sambil membaca mantra, Dihadiri warga Dayak sekitarnya.
Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan gabungan keluarga besar yang  berhasil panen padi di pahumaan (perladangan) . Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.
Upacara Adat Aruh Baharin, Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10 meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi gamelan dan gong.
Untuk ritual pembuka, disebut Balai Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja, termasuk beberapa raja Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang paling ditunggu warga adalah penyembelihan kerbau. Kali ini ada 5 kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan utama kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru hadangan atau kerbau.
warga dan anak-anak berebut mengambil sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya ke masing-masing badan mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.
”Baras hanyar (beras hasil panen) belum bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin. Ibaratnya, pesta ini kami bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.
Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta beberapa ancak (tempat sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.
Menjelang akhir ritual, para balian kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara lain ayam, ikan bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk pembayaran ”pajak” kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.
Selanjutnya, semua anggota keluarga yang menyelenggarakan ritual tersebut diminta meludahi beberapa batang tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh para balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan kesialan.
Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai Balangan yang melewati kampung itu. Bagi masyarakat Dayak, ritual ini adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut panen padi berhasil baik.
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
Upacara Adat Maccera Tasi
Upacara Adat Macceratasi merupakan upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga Pantai Sarang Tiung.
Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut.
Kerbau, kambing, dan ayam dipotong. Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya hiburan tersendiri. 
 Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan.
Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.
Upacara Adat Babalian Tandik
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
Upacara Adat Mallasuang Manu, yakni upacara melepas sepasang ayam untuk diperebutkan kepada masyarakat sebagai rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di Kecamatan Pulau Laut Selatan. Upacara ini dilakukan Suku Mandar yang mendominasi kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya pada bulan Maret. Upacara ini berlangsung hampir seminggu dengan beberapa kegiatan hiburan rakyat sehingga berlangsung meriah.
Upacara Adat Macceratasi, biasanya diadakan menjelang perayaan tahun baru di Pantai Gedambaan, Kabupaten Kota Baru. Mudah menjangkau kabupaten berjuluk Bumi Saijaan ini. Dari Jakarta naik kapal terbang ke Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin. Keesokan paginya melanjutkan perjalanan udara dengan pesawat Trigana Air ke Bandara Stagen, Kota Baru. Bisa juga naik Kapal Cepat Kirana Jawa-Sulawesi-Kalimantan. Selanjutnya mencarter mobil travel ke lokasi upacara. [Sumber: liburan.info]
Upacara Adat Mallasung Manu
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pesta adat yang juga telah menjadi event wisata ini dilakukan secara turun temurun di Pulau Cinta, sebuah pulau kecil yang konon berbentuk hati dan berjarak sekitar dua mil dari Pulau Laut, pulau terbesar di perairan tenggara Kalimantan yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Kotabaru. Pulau Cinta memiliki luas sekitar 500 m2 dan hanya terdiri dari batu-batu besar dan sejumlah pohon di dalamnya.
Dalam pesta adat yang unik ini, para peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut (Kotabaru) menuju Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan disaksikan oleh ribuan penonton
Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan itulah yang dapat disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah batu besar yang bagian tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter. Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut dilemparkan sebagai tanda permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh.
Usai melepas sepasang ayam tersebut, para muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali rafia (yang di dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan atau ranting pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai perlambang, apabila kelak memperoleh jodoh tidak akan terputus ikatan tali perjodohannya sampai maut menjemput.
Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh telah terkabul. Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk mengambil pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok yang dihias dengan kertas warna-warni. Makanan khas yang selalu menjadi hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar (semacam pisang goreng yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.
Pasangan ini akan diiringi oleh sanak saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan doa, mereka kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan atau ranting pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah terkabul. Selain itu, ritual kedua ini juga merupakan permohonan supaya dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi keluarga yang sejahtera.
Pesta adat yang pelaksanaannya didukung oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan oleh tari-tarian adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan lain-lain. Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan trophy Bupati Kotabaru atau Gubernur Kalimantan Selatan.
Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April
Pesta adat Mallassuang Manu diselenggarakan di Teluk Aru dan Pulau Cinta, Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Indonesia.
Ibu Kota Kabupaten Kotabaru terletak di ujung utara Pulau Laut. Dari Ibu Kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin, Kotabaru terletak sekitar 350 kilometer dengan kondisi jalan yang kurang mulus. Wisatawan yang menggunakan bus, bus mini, atau mobil carteran akan menghabiskan waktu sekitar 9—10 jam untuk sampai di pelabuhan penyeberangan. Perjalanan darat ini akan dilanjutkan dengan menyeberangi laut menggunakan kapal ferry menuju Pelabuhan Tanjung Serdang, Kotabaru. Dari Pelabuhan ini, perjalanan darat menuju Kotabaru masih memerlukan waktu sekitar 1 jam dengan jarak sekitar 40 kilometer.
Selain perjalanan darat, jika memilih transportasi laut, wisatawan dapat pula memanfaatkan penyeberangan dari Pelabuhan Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) menuju Pelabuhan Tanjung Serdang (Kotabaru).
Pesawat udara, transit terlebih di Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin (Kalimantan Selatan) atau Bandara Sepinggan Balikpapan (Kalimantan Timur) sebelum menuju Bandara Stagen Kotabaru.

Minggu, 02 Februari 2014

Rumah Adat Kalimantan Selatan

Rumah Banjar

Rumah Adat Kalimantan Selatan
Kalimantan merupakan pulau terluas di Indonesia. Wilayah ini kemudian dibagi ke dalam beberapa provinsi, salah satunya adalah Kalimantan Selatan dengan ibu kota Banjarmasin. Provinsi dengan slogan “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” ini dibagi lagi ke dalam 11 kabupaten dan dua kotamadya. Sama seperti wilayah lainnya di Indonesia, Kalimantan Selatan juga menyimpan pesona wisata yang luar biasa. Selain hutan tropisnya yang memukau, jejak sejarah beberapa kerajaan di sana juga wajib Anda sambangi. Salah satu yang tak boleh terlewat tentunya rumah adat Kalimantan Selatan, si rumah Bubungan Tinggi.


Rumah Adat Banjar


Mendengar nama rumah Bubungan Tinggi, Anda juga harus siap dengan istilah “rumah Banjar”/”Rumah Ba'anjung”. Keduanya merujuk pada rumah adat Kalimantan Selatan. Disebut rumah Banjar, sebab memang mayoritas suku di Kalimantan Selatan adalah suku Banjar. Rumah yang mereka diami ini tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Oleh sebab itu ia dinobatkan sebagai rumah adat provinsi tersebut. Adapun istilah “Rumah Bubungan Tinggi” mengacu pada bentuk rumah adat itu sendiri yang memang bagian atamnya tinggi dan lancip hingga membentuk sudut 45 derajat.

Konon kabarnya, rumah adat Kalimantan Selatan ini sudah ada sejak abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Pangeran Samudera atau yang dikenal juga dengan nama Sultan Suriansyah. Di awal masa pembuatannya, rumah adat Banjar ini dilengkapi dengan konstruksi sedrhana berbentuk segi-empat yang cenderung memanjang dari depan ke balakang. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah adat Banjar ini kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan si pemilik dengan menambahkan bagian rumah di samping kiri dan kanan. Adapun istilah yang digunakan untuk rumah adat Banjar yang ditambahkan bagian tertentu tersebut adalah “disumbi”. Padamulanya, rumah adat Banjar ini hanya bisa dijumpai di lingkungan kraton Banjar. Namun lama kelamaan, kita masyarakat juga turut membangun rumah dengan mengadopsi bangunan di lingkungan istana tersebut hingga persebarannya hampir merata bahkan hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sama seperti rumah adat lainnya, pembuatan rumah adat Banjar juga tidak sembarangan utamanya konstruksi fiksik rumah. Bahan-bahan yang digunakan berpadu dengan kepercayaan yang dianut serta faktor fisik tanah di wilayah kerajaan Banjar saat itu. Penjelasan detilnya sebagai berikut:
  1. Pondasi, tiang juga tongkat pada rumah Banjar haruslah tinggi sebab tanah Banjar dahulu cenderung berawa. Kayu yang digunakan idealnya adalah kayu Galam atau yang disebut juga dengan nama Kayu Kapur Naga.
  2. Kerangka rumah pada rumah Banjar memakai ukuran tradisional depa yang ganjil sebab dipercaya memiliki unsur magis dan sakral. Bagian tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu ulin, Gelagar yang terbuat dari belangiran juga dammar putih, lantai yang disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan 3 cm, rangka pintu juga jendela yang terbuat dari papan juga balokan kayu ulin dan lain-lain.
  3. Bagian lantai pada rumah adat Banjar ini dikenal juga dengan istilah Lantai Jarang. Ia umumnya terletak di Surambi Muka, Ruang Padu dan juga Anjung Jurai.
  4. Dinding rumah Banjar disusun dengan posisi papan berdiri dengan demikian dibutuhkan Balabad dan juga Turus Tawing agar bisa menempel.
  5. Atap pada rumah Banjar merupakan signatur yang paling menonjol. Atap ini merupakan perlambang kekuasaan. Ia dibuat membumbung tinggi ke langit.  

    Nilai FIlosofis Dan Religius Pada Rumah Banjar

    Sama seperti rumah adat lainnya di Nusantara, rumah adat Kalimantan Selatan ini juga menyimpan sistem nilai tersendiri. Dahulu, Suku Dayak yang telah memeluk islamlah yang kemudian dikenal dengan nama Suku Banjar. Oleh karena itu, pengaruh agama islam pada rumah suku ini cukup kental. Simak saja pada ukiran di badan rumah yang melambangkan persaudaraan, kesuburan dan persatuan. Jika Anda jeli, Anda juga bisa menjumpai ukiran kalimat Syahadat, Salawat, nama-nama Khalifah serta potongan ayat Al-quran pada bagian tertentu dari rumah Banjar. Meski demikian, bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menjumpai rumah Banjar dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang masih kental.

    Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain:
    1. Dwitunggal semesta, yakni kepercayaan bahwa rumah adalah tempat yang sakral sebab dewata juga ikut tinggal mendiami tempat tersebut. Meski samar, namun unsur-unsur ini masih teraca dengan jelas. Silahkan saja simak keberadaan ukiran naga yang samar-samar pada badan rumah. Ia merupakan perlambang alam bawah. Sementar itu, ukiran burung Enggang Gading melambangkan alam atas.
    2. Pohon hayat. Rumah Banjar identik dengan atapnya yang membumbung tinggi. Ia merupakan perlambang pohon Hayat yang menjulang ke langit. Pohon Hayat sendiri adalah simbol kosmis yakni cerminan dari berbagai dimensi yang menyatukan semesta.
    3. Payung. Secara sepintas, atap pada rumah adat Kalimantan Selatan ini juga mirip paying. Dahulu, paying dianggap sebagai simbol orientasi kekuasaan. Ia juga merupakan perlambang kebangsawanan. Dahulu, payung kuning bahkan dianggap sebagai salah satu perangkat kerajaan yang tak boleh hilang dalam berbagai acara adat.
    4. Simetris. Ini merupakan perlambang dari kehidupan yang seimbang. Rumah Banjar dibuat simetris untuk menunjukan sistem pemerintahan kerajaan Banjar yang seimbang.
    5. Kepala-Badan-Kaki. Adapun bentuk dari rumah Banjar atau rumah Bubungan Tinggi menggambarkan manusia yang dibagi ke dalam 3 bagian besar yakni kepala, badan dan kaki. Adapun bagian anjungan sebelah kanan dan kiri mewakili bagian tangan kanan dan kiri manusia.
    6. Tata Ruang. Rumah adat Bubungan Tinggi khususnya dalam lingkup kerajaan dibagi ke dalam beberapa bagian. Salah satu bagiannya adalah ruangan semi publik yakni serambi atau yang dalam ejaan lokal disebut Surambi. Ruangan ini berjenjang dengan kronologis pertama surmabi muka, surambi sambutan dan surambi pamedangan yang berbatasan langdung dengan pintu utama rumah (Lawang Hadapan). Memasuki bagian rumah adat, akan dijumpai juga hirearkis yang sama yakni adanya lantai yang berjenjang antara lain Penampik Kecil, Penampik Tengah dan Penampuk Besar. Masing-masing lantai ini mencerminkan status sosial di Banjar pada masanya. Hiriarkis ini merupakan lambang tata karma yang kental.
    7. Tawing Halat. Dalam rumah adat Kalimantan Selatan ini Anda juga bisa menjumpai Tawing Halat atau dinding pemisah yang membagi dua ruangan semi private dan privat. Hal ini dimaksudkan agar raja bisa melihat dengan jelas tetamunya sedangkan tamu hanya bisa menerka keadaan raja di ruang semi privat tersebut.
    8. Denah Cacak Burung. Merupakan denah pada rumah Banjar yang membentuk simbol tambah (+). Ia merupakan potongan poros-poros bangunan arah muka menuju belakang serta arah kanan menuju kiri. Jika dikaji, pola ini sama dengan Cacak Burung yang memang dianggap sakral.

 

Sabtu, 01 Februari 2014

Terian khas Kalimantan

Tari Baksa Kembang

Tari Baksa Kembang berasal dari daerah Banjar, Kalimantan Selatan sebagai tarian untuk menyambut tamu. Tari ini biasanya ditarikan oleh wanita, baik  tunggal dan dapat juga ditarikan  oleh beberapa penari wanita. Awal mulanya sekira abad 15 sebelum masehi, seorang pangeran bernama Suria Wangsa Gangga di kerajaan Dipa dan Daha di pulau Kalimantan mempunyai seorang kekasih bernama putri Kuripan. Satu peristiwa di waktu yang lain adalah saat putri Kuripan memberikan setangkai bunga teratai merah kepada pangeran. Peristiwa itu merupakan cikal bakal lahir tarian Baksa Kembang di Banjar provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Yurliani Johansyah, pakar tari klasik Banjar. Tari Baksa Kembang ada sejak sebelum pemerintahan Sultan Suriansyah raja pertama Kerajaan Banjar. Tarian ini diciptakan satu masa dengan tari Baksa lainnya, Baksa Dadap, Baksa Lilin, Baksa Panah dan Baksa Tameng pada zaman Hindu sebelum Islam datang.
Tarian Baksa Kembang adalah Tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan atau kerabat-kerabat kerajaan. Tarian ini juga dilakukan oleh masyarakat umum dalam acara-acara pernikahan atau acara-acara adat. Awalnya tarian ini adalah tarian yang berada di lingkungan kerajaan. Pada satu waktu, kerajaan membuka akses kerajaan bagi masyarakat sehingga kebudayaan di kerajaan terbawa sampai masyarakat umum. Saat ini, tarian Baksa Kembang masih dipakai acara-acara untuk menyambut tamu-tamu yang dihormati meskipun masih banyak penari-penari tari Baksa Kembang belum memahami arti dan nilai Tarian Baksa Kembang. Baksa memiliki arti kelembutan. Tarian Baksa kembang adalah bentuk kelembutan tuan rumah dalam menyambut tamu yang dihormati. Sambutan tersebut dilakukan dengan cara Penari tari Baksa Kembang memberikan rangkaian bunga kepada tamu yang dihormati. Nilai-nilai tersebut merupakan transformasi dari cinta sepasang kekasih pangeran Suria Wangsa Gangga dengan putri Kuripan.   
Penari tari Baksa Kembang mesti ganjil. Selain itu, rangkaian bunga yang diberikan kepada tamu kehormatan merupakan rangkaian bunga perpaduan dari bunga mawar dan melati yang disebut oleh masyarakat setempat kembang Bogam.